Video Suku Bajo


1. Tentang Kehidupan dan keseharian Masyarakat Suku Bajo


Mayoritas penduduk Wakatobi, satu daerah di kepulauan di Sulawesi Tenggara, adalah suku Bajo yang dikenal sebagai suku yang tinggal di atas lautan. Walaupun budaya hidup dan bermukim di atas perahu telah ditinggalkan, namun mereka kebanyakan menghabiskan waktu di tengah laut dan hanya pulang ke daratan paling cepat sekitar 2 minggu sekali. Suku Bajo melaut dengan peralatan nelayan khas yang jarang ditemukan di tempat lain. Mereka menggunakan panah berbentuk seperti senapan serta tombak yang didesain khusus untuk menangkap gurita dan teripang. Di tengah laut dangkal, tepatnya di atas batuan karang yang luas itu mereka membangun rumah sementara untuk sekadar dijadikan tempat berteduh dan makan. Meski terlihat rapuh, rumah karang yang terbuat dari kayu tersebut mampu menahan beban hingga 1 ton. Tak jarang para nelayan membawa serta anak-anak mereka ke rumah karang untuk mengenalkan teknik melaut ala Suku Bajo. Di "Rumah Karang" inilah aktivitas mereka sebagai nelayan dimulai.



2. Suku Bajo dalam membangun rumah dan mencari mata pencaharian


Masyarakat Suku Bajo yang hidup nomaden di atas laut hingga sering digelari gipsy laut ini tinggal di pesisir pulau-pulau di Sultra yang jumlahnya mencapai 625 pulau. Di pulau-pulau Sultra jumlah masyarakat Suku Bajo mencapai angka 20 ribu jiwa, yang dominan berada di kepulauan Wakatobi.  Makmur (21), salah satu masyarakat Suku Bajo di Kolono yang ditemui detikcom di Kolono, Sabtu (21/2/2016), menuturkan bahwa nenek moyangnya sejak dulu telah bermukim di laut. Hidupnya bergantung dari hasil melaut, seperti dari memancing ikan atau cumi-cumi yang dijual di daratan.



3. Tradisi Suku Bajo mengenalkan Laut Pada Bayi


Ritual Unik Suku Bajo, Celupkan Bayi Baru Lahir ke Lautan Suku Bajo yang masih mempertahankan tradisi hidup di atas laut, punya tradisi unik. Mereka punya tradisi khas terutama dalam merayakan kelahiran anak di atas perahu saat sedang berlayar di lautan. " Anak yang baru lahir ini akan langsung dicelupkan ke dalam air laut, dimasukkan ke bagian bawah perahu tempat untuk dia dilahirkan," ungkap Rosimin, selaku Ketua Adat Bajo. Peraturan serupa justru tidak berlaku untuk bayi-bayi Suku Bajo yang lahir di daratan. Mereka baru akan dimandikan di lautan setelah tiga hari lahir. Selanjutnya bayi-bayi tersebut akan dimandikan kembali di laut setelah berusia 40 hari.




4. Sistem Kemasyarakatan dan Aktivitas Suku Bajo


Sistem pemerintah yang ada di Desa Langara Bajo masih tetap mengikuti sistem pemerintahan daerah dan sistem pemerintahan dari Pusat. Dalam struktur-struktur pemerintahannya pun juga tersusun rapih seperti dari kepala desa, sekretaris Desa, kaur pemerintah, kaur umum, kaur pembangunan, puutobu, kepala lingkungan, RT, dan RW. Kekerabatan masyarakat dengan pemerintah sangat baik, pemerintah melayani masyarakat dengan baik dan memberikan informasi-informasi kepemerintahan di desa langara bajo tersebut, dan masyarakat dengan pemerintah saling gotong royong saat diadakan kerja bakti dalam memperbaiki riteratur lingkungan pedesaan.  Kondisi Lingkungan Masyarakat Langara Bajo Kondisi lingkungan masyarakat langara Bajo boleh di katakan masih minim dalam riteratur jalan transportasi, dan tenaga listrik. Jalan-jalan transportasi belom mendapat penanganan pemerintah setempat ataupun provinsi, jalan transportasi belum mendapat pengaspalan jalan di desa tersebut. Begitupun tenaga listrik dulunya pertama terbentuk desa langgara Bajo mereka masih menggunakan tenaga surya, tetapi menjelang dua tahun pemerintah mendirikan sistem tenaga listrik, tetapi belum berjalan dengan optimal, dikarenakan pemerintah setempat masih memberi waktu untuk nyala dan padamnya listrik yang ada di desa Langara Bajo.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Video Suku Sumbawa

RESUME " Kepercayaan Lokal Suku Naulu"